KAMUFLASE

KAMUFLASE

Oleh : Komito

Di sini di suatu tempat yang hidup tapi terkesan mati, semua nampak seperti ruang yang tak kasat mata, hingga semua membaur menjadi satu seperti ilusi. Yang Terlihat bahkan tak pernah bisa terlihat pasti di hadapan mereka yang berteriak di tengah jalan seperti itu. Tidak untuk mereka yang terlibat dalam ribuan jeritan beralaskan permadani hitam legam yang semalam baru dipasang oleh makhluk-makhluk besi yang suaranya bahkan sangat keras hingga menderu-deru memecah suara kebisingan di malam itu. Apa yang sebenarnya mereka cari ? Kadang aku juga bertanya seperti itu, dan terkadang mereka juga bertanya seperti itu, aneh, tapi semuanya mengangguk-angguk hingga akhirnya tertulis sebuah percikan tinta yang terlintas di atas lembar-lembar hasil dari para penghuni hutan yang mati mendadak, tanpa tahu sebab kenapa mereka harus mati medadak.

Aku melihat di tepian jalanan keras itu, seekor kucing yang tak menggubris kehadiran mereka yang dari pagi berteriak-teriak sambil melompat-lompat bahkan melempar-lempar sandal, sepatu, dan apapun yang mereka bawa. Kucing itu pun menggeliat berharap ada yang melempar roti berbau ikan asin dari tas jinjing yang mereka bawa, tapi nampaknya itu hanya ilusi saja, lagi-lagi ilusi, mungkin mereka ini termasuk makhluk tak kasat mata yang terlihat dan tercampur dengan manusia-manusia suci, ahhh ruwet tenan, pikir kucing itu.

Di jalan lain dekat pohon yang sudah mulai tinggal beberapa ranting juga, terlihat anak kecil yang sedari tadi makan es krim dengan raut wajah polos dan terlihat ingus mulai terlihat dari lubang hidungnya hampir menyentuh ujung bibir atas dan dengan sigap anak itu menyedotnya dengan keras, agar tak tercampur dengan es krim yang dia makan, pastinya akan terasa berbeda jika kedua unsur itu menyatu tiba-tiba.

Sebenarnya mereka sedang apa ? Suara mereka meneriakkan kebenaran, versi mereka dan moderator yang ada di depannya. Terkadang mereka tak lupa serentak meneriakkan nama Tuhan mereka, seakan-akan di depan mereka ada bahaya yang hendak menerjang dengan cepat dengan kecepatan seribu juta tahun cahaya. Sepertinya mereka ini sedang melihat sebuah ilusi dan mereka menjadikan diri mereka seperti makhluk yang punya kekuatan super layaknya Goku, atau mungkin Naruto, atau mungkin Ichigo Kurosaki, mereka lebih mengedepankan suara-suara kebenaran yang berkamuflase di kehidupan mereka tanpa tahu apa itu benar atau hanya ilusi belaka.

Di pojokan langit terdengar gelak tawa beberapa jin dan malaikat yang sedang ngopi bareng, dan mungkin jin mungkin sedang nge-es karena gak betah juga hidup di tempat yang sekelilingnya api bersuhu tinggi hingga mampu membakar apapun yang disentuhnya.

"Cak, kayaknya nggak salah mbah moyangmu itu protes kepada Gusti, seharusnya manusia tidak usah dibuat, lihat kelakuan mereka, kok rata-rata sama kayak aku, kurang pinter dikit," kata Rudra, Jin air yang tubuhnya seukuran wajan gorengan.

"Mungkin Gusti punya tujuan lain, karena manusia yang dulu diciptakan pertama kali itu sakti banget, sampai sanggup mengusir junjunganmu toh, lah kalau mereka ini entah, palingan mereka ini bagus buat kita" kata Zeil, Malaikat penjaga makam para cenayang di tanah Eropa.

"Lah bagusnya apa cak ?" tanya Rudra keheranan.

"Lah ya bagus seenggaknya ada hiburan buat kita, biar kita bisa ketawa kayak mereka, lah kan kita gak punya keistimewaan kayak mereka, bisa ketawa" tukas Zeil sambil tertawa ngakak.

"Iso wae sampeyan cak Zeil". 

Sambil menikmati hal itu mereka tak lupa menyeruput Es Awan Surga dan Kopi Biji Anggur Surga, yang katanya minuman ternikmat sejagad raya. Ya benar, menikmati liburan sejenak, sambil nonton secara langsung tingkah laku makhluk baru bernama Kamuflase.




S E L E S A I

Komentar